Minggu, 27 Maret 2016

LEGO vs KIDDIRCRAFT







 Permainan bongkar pasang ini dapat merangsang kreativitas dengan membuat berbagai bentuk objek yang diinginkan sesuai dengan imajinasi. Mulai dari kendaraan, gedung, karakter kartun, dan lain sebagainya yang dibentuk dengan menyusun bricks Lego satu demi satu. Lahir setelah perang dunia kedua di Denmark, mainan yang mengasah kemampuan berimajinasi ini memiliki cara untuk dimainkan yang sangat sederhana, yaitu dengan menyusun satu demi satu bricks sebagaimana seorang arsitek yang membentuk sebuah bangunan. Karena cara dimainkannya sangat mudah dan Lego terus membuat inovasi-inovasi baru, permainan ini semakin lama semakin populer sehingga nama Lego sudah tidak asing lagi di telinga anak-anak maupun dewasa.
Mainan ini tercipta karena gagasan seorang toymaker bernama Hilary Fisher Page. Lego sendiri merupakan mainan yang berkonsep bongkar pasang yang didirikan pada tahun 1939 oleh Page bersama Perusahaannya Kiddicraft. Namun kemudian Page bunuh diri pada tahun 1957 karena perusahaannya bangkrut. Tidak lama setelah itu, Lego yang meniru konsep Kiddicraft justru sukses di dunia.
Ole Krik Kristiansen, pendiri Lego, ditawari mesin pembuat barang dari plastik dan anaknya, Godtfred tertarik pada mainan bricks Kiddicraft yang dibawa oleh si sales. Ole kemudian menyempurnakan design Kiddicraft dengan membuat tabung pada bagian bawah bricks agar bricks dapat tersambung satu dengan yang lainnya dengan lebih mudah. Pada tahun 1958, Ole membuat bricks menurut versinya sendiri dan sukses.
Beberapa hal membuat produk Lego lebih dikenal dn sukses dari pada produk Kiddircraft seperti konsistensi. Tak peduli seberapa banyak perjanjian lisensi cantik dengan franchise hiburan ternama – seperti baru-baru ini dengan Walt Disney, semua bergantung pada bata Lego yang terbuat dari plastik acrylonitrile butadiene styrene yang dicetak dengan presisi.
Tak hanya cetakan bata yang harus presisi dan konsisten, dari segi strategi pemasarannya pun Lego berusaha untuk konsisten, terutama untuk menarik minat konsumen anak-anak perempuan karena Lego telah lama diasosiasikan sebagai permainan anak lelaki. Merek mainan ini pernah mengalami kegagalan untuk menarik minat konsumen anak perempuan, sampai akhirnya berhasil dengan diluncurkannya permainan digital, Friends, pada tahun 2012.
Permainan digital tersebut adalah bentuk kekonsistenan Lego dalam upayanya meraih pasar anak perempuan. Dengan sentuhan yang ‘halus’ tapi signifikan, Friends berhasil membuat Lego Friends menarik di mata konsumen anak perempuan.
Selain meluncurkan Friends, Lego juga mengeluarkan iklan gambar yang menampilkan anak perempuan dengan ekspresi bangga memegang kreasi buatannya dari Lego. jika diamati Iklan yang dirilis pada tahun 2013 tersebut, konsepnya sama dengan iklan yang dirilis pada tahun 1978 yang menampilkan model anak laki-laki. Iklan terbaru tersebut menunjukkan konsistensi Lego berupa adaptasi.
Lego mempelajari perbedaan cara anak lelaki dan perempuan dalam mempermainkan permainan Lego. Anak lelaki cenderung membangun sesuatu dari bahan yang ada di boks, sedangkan anak perempuan cenderung ‘membangun’ cerita atau imajinasi dari kreasinya atau yang sebut ‘lifestyle seperti yang ditampilkan dalam produk Lego Friends.
Dengan tetap mempertahankan konsistensinya, Lego dinilai mampu beradaptasi dengan perubahan waktu dan memperluas pasarnya. Lego masih menjadi permainan yang mampu memberdayakan anak-anak. Hanya saja, ajakan Lego kepada anak-anak untuk membangun sesuatu dari bata Lego menjadi lebih bernuansa sekarang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar