I.
Peraturan yang Mendukung K3 Maritim
1.
SOLAS (Safety Of Life At Sea)
Solas adalah Perjanjian/konvensi/ peraturan yang mengatur keselamatan maritime paling utama.
untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup dilaut. Pertama diterbitkan pada tahun 1914 sebagai akibat
tenggelamnya kapal RMS Titanic dan juga dirasa pada saat itu
mulai dirasakan bertambah banyak kecelakaan kapal yang menelan banyak korban
jiwa dimana-mana.
Solas berisi
ketentuan tentang jumlah sekoci/rakit penolong, perangkat keselamatan lain
serta peralatan yang dibutuhkan dalam prosedur penyelamatan, termasuk ketentuan
untuk melaporkan posisi kapal melalui radio komunikasi
Usaha
penyempurnaan peraturan tersebut dengan cara mengeluarkan peraturan tambahan
(amandement) hasil konvensi IMO,
dilakukan berturut-turut tahun 1966, 1967, 1971 dan 1973. Namun usaha untuk
memberlakukan peraturan-peraturan tersebut secara Internasional kurang berjalan
sesuai yang diharapkan, karena hambatan prosedural yaitu diperlukannya persetujuan
2/3 dari jumlah Negara anggota untuk meratifikasi peratruran dimaksud, sulit
dicapai dalam waktu yang diharapkan.
Karena itu
pada tahun 1974 dibuat konvensi baru SOLAS 1974 dengan prosedur baru, bahwa setiap
amandemen diberlakukan sesuai target waktu yang sudah ditentukan, kecuali ada
penolakan 1/3 dari jumlah Negara anggota atau 50 % dari pemilik tonnage yang
ada di dunia.
Kecelakaan
tanker terjadi secara beruntun pada tahun 1976 dan 1977, karena itu atas
prakarsa Presiden Amerika Serikat JIMMY CARTER, telah diadakan konfrensi khusus
yang menganjurkan aturan tambahan terhadap SOLAS 1974 supaya perlindungan
terhadap Keselamatan Maritim kebih efektif.
Isi dari SOLAS :
1.
Pendahuluan
2.
Prosedur
amandemen
3.
Ketentuan
teknis
4.
Chapter
I - Ketentuan umum
5.
Chapter
II-1 - Konstruksi - Pembagian dan stabilitas, permesinan dan instalasi listrik
6.
Chapter
II-2 - Pelindungan kebakaran, deteksi kebakaran dan pemadaman kebakaran
7.
Chapter
III - Perangkat pertolongan dan pengaturannya
8.
Chapter
IV - Komunikasi Radio
9.
Chapter
V - Keselamatan navigasi
10.
Chapter
VI - Muatan barang
11.
Chapter
VII - Muatan barang berbahaya
12.
Chapter
VIII - Kapal Nuklir
13.
Chapter
IX - Managemen keselamatan operasi kapal
14.
Chapter
X - Ketentuan untuk kapal cepat
15.
Chapter
XI-1 - Upaya khusus
untuk meningkatkan keselamatan pelayaran
16.
Chapter
XI-2 - Upaya khusus
untuk meningkatkan keamanan pelayaran
17.
Chapter
XII - Aturan tambahan untuk kapal curah
- MARPOL (Marine Pollution)
MARPOL
adalah Peraturan
internasional yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran di laut.
Adanya peraturan MARPOL dikarenakan peluncuran kapal pengangkut minyak yang
pertama GLUCKAUF pada tahun 1885 dan penggunaan pertama mesin diesel sebagai
penggerak utama kapal tiga tahun kemudian, maka fenomena pencemaran laut oleh
minyak mulai muncul.
Baru
pada tahun 1954 atas prakarsa dan pengorganisasian yang dilakukan oleh
Pemerintah Inggris (UK), lahirlah “Oil Pullution Convention, yang mencari cara
untuk mencegah pembuangan campuran minyak dan pengoperasian kapal tanker dan
dari kamar mesin kapal lainnya.
Sebagai
hasilnya adalah sidang IMO mengenai “international Conference on Marine
Pollution” dari tanggal 8 Oktober sampai dengan 2 Nopember 1973 yang
menghasilkan “international Convention for the Prevention of Oil Pollution from
Ships” tahun 1973, yang kemudian disempurnakan dengan TSPP (Tanker Safety and
Pollution Prevention) Protocol tahun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama
MARPOL 1973/1978 yang masih berlaku sampai sekarang.
Isi dari peraturan MARPOL
Peraturan mengenai pencegahan
berbagai jenis sumber bahan pencemaran lingkungan maritim yang datangnya
dari kapal dan bangunan lepas pantai diatur dalam MARPOL Convention 73/78
Consolidated Edition 1997 yang memuat peraturan :
a.
International
Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973.
Mengatur kewajiban dan tanggung
jawab Negara-negara anggota yang sudah meratifikasi konvensi tersebut guna
mencegah pencemaran dan buangan barang-barang atau campuran cairan beracun dan
berbahaya dari kapal. Konvensi-konvensi IMO yang sudah diratifikasi oleh Negara
anggotanya seperti Indonesia, memasukkan isi konvensi-konvensi tersebut menjadi
bagian dari peraturan dan perundang-undangan Nasional.
b. Protocol of 1978
Merupakan peraturan tambahan “Tanker
Safety and Pollution Prevention (TSPP)” bertujuan untuk meningkatkan
keselamatan kapal tanker dan melaksanakan peraturan pencegahan dan pengontrolan
pencemaran laut yang berasal dari kapal terutama kapal tanker dengan melakukan
modifikasi dan petunjuk tambahan untuk melaksanakan secepat mungkin peraturan
pencegahan pencemaran yang dimuat di dalam Annex konvensi.
Protocol
of 1978, juga memuat peraturan mengenai :
·
Protocol
I
Kewajiban untuk melaporkan
kecelakaan yang melibatkan barang beracun dan berbahaya.
Peraturan mengenai kewajiban semua
pihak untuk melaporkan kecelakaan kapal yang melibatkan barang-barang beracun
dan berbahaya. Pemerintah Negara anggota diminta untuk membuat petunjuk untuk
membuat laporan, yang diperlukan sedapat mungkin sesuai dengan petunjuk yang
dimuat dalam Annex Protocol I.
Sesuai
Article II MARPOL 73/78 Article III “Contents of report” laporan tersebut harus
memuat keterangan :
·
Mengenai
identifikasi kapal yang terlibat melakukan pencemaran.
·
Waktu,
tempat dan jenis kejadian
·
Jumlah
dan jenis bahan pencemar yang tumpah
·
Bantuan
dan jenis penyelamatan yang dibutuhkan
Nahkoda atau perorangan yang bertanggung jawab terhadap
insiden yang terjadi pada kapal wajib untuk segera melaporkan tumpahan atau
buangan barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal karena
kecelakaan atau untuk kepentingan menyelamatkan jiwa manusia sesuai petunjuk
dalam Protocol dimaksud.
·
Protocol
II mengenai Arbitrasi
Berdasarkan Article 10”setlement of
dispute”. Dalam Protocol II diberikan petunjuk menyelesaikan perselisihan
antara dua atau lebih Negara anggota mengenai interprestasi atau pelaksanaan
isi konvensi. Apabila perundingan antara pihak-pihak yang berselisih tidak
berhasil menyelesaikan masalah tersebut, salah satu dari mereka dapat
mengajukan masalah tersebut ke Arbitrasi dan diselesaikan berdasarkan petunjuk
dalam Protocol II konvensi.
Selanjutnya peraturan mengenai pencegahan dan penanggulangan
pencemaran laut oleh berbagai jenis bahan pencemar dari kapal dibahas daam
Annex I s/d V MARPOL 73/78, berdasarkan jenis masing-masing bahan pencemar
sebagai berikut :
§ Annex
I : Pencemaran oleh minyak - Mulai
berlaku 2 Oktober 1983
§ Annex II :
Pencemaran oleh Cairan Beracun (Nuxious
Substances) dalam bentuk Curah - Mulai berlaku 6 April 1987
§ Annex III
: Pencemaran oleh barang Berbahaya (Hamful
Sub-Stances) dalam bentuk Terbungkus - Mulai berlaku 1 Juli 1991
§ Annex IV :
Pencemaran dari kotor Manusia /hewan (Sewage)
- diberlakukan 27 September 2003
§ Annex V : Pencemaran Sampah - Mulai
berlaku 31 Desember 1988
§ Annex VI : Pencemaran udara belum diberlakukan
Peraturan
MARPOL Convention 73/78 yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, baru
Annex I dan Annex II, dengan Keppres No. 46 tahun 1986.
- UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea)
UNCLOS, merupakan perjanjian hukum
laut yang dihasilkan dari konferensi PBB yang berlangsung dari tahun 1973
sampai dengan tahun 1982. UNCLOS sendiri sebelumnya sudah dilaksanakan sejak
tahun 1958 yang kemudian dirasa perlu adanya penyempurnaan hingga akhirnya
dilaksanakanlah UNCLOS 1982 yang sudah diakui oleh lebih dari 150 negara
termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung
jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk
bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut
Setahun sebelum diadakan UNCLOS
untuk pertama kalinya, sebenarnya Indonesia sudah mulai memperjuangkan
hukum laut demi memperkokoh Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
melalui Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957. Isi dari Deklarasi
Djuanda tersebut antara lain yaitu ditegaskan bahwa demi keutuhan territorial
dan melindungi kekayaan Negara Indonesia, semua kepulauan serta laut yang
terletak diantaranya harus dianggap sebagai kesatuan yang bulat. Selain itu,
dalam Deklarasi ini juga disebutkan bahwa penentuan batas territorial yang
lebarnya 12 mil, diukur dengan garis- garis yang menghubungkan titik- titik
ujung terluar pada pulau- pulau Negara Indonesia.
UNCLOS
beridi tentang :
·
Hukum,
definisi dan obligasi negara mengenai zona maritim
·
Menetapkan
peraturan untuk perairan dan sumber daya perikanan didalam yuridiksi nasional
·
Menetapkan
peraturan untuk penelitian mengenai kelautan.
·
Membuat
perjanjian internasional yang menyeluruh tentang perlindungan dan pemeliharaan
lingkungan laut dari polusi dan kerusakan
·
Mempertimbangkan
situasi negara berkembang secara geografis
·
Menyediakan
pengembangan dan sharing teknologi kelautan UNCLOS juga membahas peraturan
mengenai zona maritim tanpa jurisdiksi nasional yaitu perairan internal, laut
teritorial hingga 12 mil, zona kontingen hingga 24 mil, zona ekonomi eksklusif
hingga 200 mil dan kontinental shelf. Peraturan dengan jurisdiksi nasional
meliputi perairan laut lepas dengan permukaan perairan hingga 100 mil dan area
200 mil atau 350 mil. Adapun ketentuan dalam UNCLOS adalah sebagai berikut :
· Hak sutau negara untuk memanfaatkan
sumber alam mereka, menurut kebijakan lingkungan dan tugas mereka untuk
melindungi serta memelihara lingkungan laut.
· Kewajiban untuk konsisten dengan
UNCLOS, adanya kegiatan yang diperlukan untuk mencegah, mengurangi dan
mengendalikan polusi lingkungan laut dari sumber manapun. Sumber polusi : dari
daratan, aktivitas dilaut, pembuangan limbah, atmosfir, dan penggunaan
teknologi untuk rekayasa genetik.
· Kewajiban untuk melindungi dan
memelihara biota yang punah atau sudah langka, dan dipelihara seperti habitat
asalnya, menghindari ancaman dan sebab lainnya bagi kehidupan laut.
· Kewajiban untuk mencegah penyebaran
polusi di luar area dan atau di dalam area yurisdiksi mereka
· Bertugas untuk tidak memindahkan
kerusakan, resiko atau mengubah bentuk suatu jenis polusi ke area lainnya.
Bentuk kerjasama nasional dan global meliputi : pengembangan aturan, standard
dan rekomendasi praktis; penelitian saintifik; pemberitahuan dari kerusakan
nyata atau yang akan terjadi; rencana dalam penanggulangan polusi.
Peraturan internasional dan perundang-undangan nasional yang di atur dalam UNCLOS, meliputi :
· Adopsi tentang aturan regional dan
global, standard, dan rekomendasi praktek dan prosedur untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan polusi yang berhubungan dengan
lingkungan laut
· Adopsi hukum nasional dan peraturan,
yang mencakup pendugaan suatu nilai atau sebab.
· Aturan internasional, standard dan
rekomendasi mengenai perlindungan ekosistem, habitat dan species terdapat pada
General Assembly of the United Nations, Convention on Biological Diversity
(CBD), RAMSAR Convention on Wetlands, CITES dan regional.
¨ Sistematiak
isi dari UNCLOS
1. PEMBUKAAN
2. BAB I PENDAHULUAN
3. BAB II LAUT
TERITORIAL DAN ZONA TAMBAHAN
4. BAB III SELAT YANG DIGUNAKAN UNTUK PELAYARAN INTERNASIONAL
5. BAB IV NEGARA-NEGARA KEPULAUAN (ARCHIPELAGIC
STATES)
6. BAB V ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
7. BAB VI LANDAS KONTINEN (CONTINENTAL SHELF)
8. BAB VII LAUT LEPAS (HIGH SEAS)
9. BAB VIII REZIM PULAU (REGIME OF ISLANDS)
10. BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP (ENCLOSED
OR SEMI-ENCLOSED)
11. BAB X HAK NEGARA TAK BERPANTAI UNTUK AKSES KE DAN DARI
LAUT SERTA KEBEBASAN TRANSIT
12. BAB XI KAWASAN (THE
AREA)
13. BAB XII PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN LAUT
14. BAB XIII RISET ILMIAH KELAUTAN
15. BAB XIV PENGEMBANGAN DAN ALIH TEKNOLOGI KELAUTAN
16. BAB XV PENYELESAIAN SENGKETA (SETTLEMENT OF DISPUTES)
17. BAB XVI KETENTUAN UMUM (GENERAL PROVISIONS)
18. BAB
XVII KETENTUAN PENUTUP
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar